Oleh:
IFTITAH
Tafsir
Surat Al-Baqoroh Ayat 30-36
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah:30).
Kalau
begitu, ini adalah kehendak yang luhur menyerahkan pengendalian bumi ini kepada
makhluk yang baru. Dan diserahkan kepadanya pelaksanaan kehendak Sang Maha
Pencipta didalam menciptakan dan mengadakan, menguraikan dan menyusun, memutar, menukar dan menggali apa yang ada di
bumi baik berupa kekuatan, potensi, kandungan maupun bahan-bahan mentahnya.
Disana
juga terdapat kesatuan dan keharmonisan antara undang-undang yang mengatur bumi
dan seluruh alam dan undang-undang yang mengatur makhluk (manusia) ini dengan
segala kekuatan dan potensinya.
Dalam
ayat ini Allah memberitakan karuniaNya yang besar kepada Bani Adam, sebab Allah
menyebutkan keadaan mereka dihadapan para malaikat sebelum mereka diciptakan.
Khalifah disini berarti kaum yang silih berganti, abad demi abad, generasi demi
generasi yang menghuni bumi.
Adpun
pertanyaan malaikat: “Ataj’alu fiiha man yufsidu fiiha wayasfikud
dimaa’a”, padangan malaikat tentang khalifah yaitu orang yang akan
melerai perselisihan diantara manusia. Pertanyaan malaikat itu bukan merupakan
sanggahan tantangan atau protes juga bukan karena dengki. Sebab jika Allah
menjadikan makhluk itu semata-mata agar Allah disembah, maka para malaikat yang
tidak henti-hentinya bertasbih, bertahmid dan mengagungkan asma Allah sudah
cukup.
Selain
itu dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an 1 dijelaskan perkataan malaikat ini
memberikan kesan bahwa mereka mempunyai bukti-bukti keadaan atau berdasarkan
pengalaman masa lalunya dibumi, atau dengan ilham pandangan batinnya, yang
menyikap sedikit tentang tabiat makhluk ini atau tentang tuntutan hidupnya
dimuka bumi dan yang menjadikan mereka mengetahui atau memprediksi bahwa
makhluk (manusia) ini kelak akan membuat kerusakan dibumi dan menumahkan darah.
Dan
Allah pun menjawab pertanyaan malaikat: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kalian ketahui”.(Al-Baqarah:30)
Makna
firmanNya ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan malaikat yang artinya:
“Sesungguhnya Aku mengetahui secara rinci hikmah penciptaan makhluk ini,
sedangkan keadaan yang kalian katakan itu sebenarnya kalian tidak
mengetahuinya. Sungguh Aku mengetahui, bahwa kalian lebih layak dan lebih
maslahat tetap berada di tempat kalian”.
Disini
dikisahkan dari seorang sahabat yang bernama Ibnu Abbas mengenai kehidupan bumi
dahulu sebelum Allah menciptakan manusia. Dia berkata: “Sesungguhnya yang
pertama klai menghuni bumi ini ialah Jin. Lalu mereka menimbulkan kerusakan
dimuka bumi dan saling menumpahkan darah. Kemudian Allah mengutus iblis untuk
memerangi dan mengusi mereka. Akhirnya iblis bersama malaikat memerangi dan
mengusir mereka, sehingga mereka terpaksa tinggal dipulau-pulau dan
dihutan-hutan serta di gunung-gunung. Kemudian Allah berfirman, ‘Aku akan
menjadikan seorang khalifah di bumi’. Maka para malaikat bertanya, ‘Apakah
tidak mungkin akan timbul lagi perusuh yang merusak dan saling membunuh diantara
mereka?’”.
Dalam
ayat yang artinya “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau.” (Al-Baqarah:30). Disini
terdapat kata ‘Nusabbihu’ dan ‘Nuqaddisu’ yang sama-sama memiliki
arti mensucikan. Perbedaan dari kedua kata tersebut yaitu Nusabbihu memiliki makna
mensucikan Allah dari
segala sifat yang disandarkan oleh kaum Musyrik mengenai kerendahan dan keburukan,
sedangkan Nuqaddisu mengandung makna masucikan Allah atas semua sifat
kesucian Nya.
Bagaimanakah
kalimat zikir itu?
Abu
Dzar r.a. menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Apakah kalimat
zikir yang paling utama?” jawab Nabi saw.: “Apa yang dipilihkan oleh Allah buat
para malaikat Nya yaitu: Subhanallah wabihamdihi” (H.R.
Muslim).
“Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman,’Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kalian memang
benar-benar orang yang benar” (Al-Baqarah:31). Kita menyaksikan sejumput kecil rahasia illahi yang besar
yang dititipkan Nya pada makhluk yang bernama manusia. Dia menyerahkan
kepadanya kunci-kunci kekhalifahan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ”Allah
mengajarkan kepada Adam nama-nama semua benda nama-nama semua benda yang akan
dibuat manusia, binatang dan segala keperluan manusia didunia ini.”
Sedangkan para malaikat, mereka tidak memerlukan
kunci-kunci ini, karena tidak ada urgensinya dengan tugas-tugas mereka. Oleh
karena itu, mereka tidak diberi makrifat (pengetahuan) mengenai nama-nama benda
seperti manusia. Maka, ketika Allah mengajarkan rahasia ini kepada Adam dan
mengemukakannya kepada para malaikat apa yang telah dikemukakannya kepada Adam,
mereka tidak mengetahui bagaimana menempatkan rumus-rumus (isyarat-isyarat)
lafal bagi sesuatu atau seseorang. Mereka menyatakan kelemahannya dengan
menyucikan Tuhannya, mengakui kelemahan itu dan mengakui keterbatasan
pengetahuannya. Padahal, semua itu telah diketahui dan dikenal oleh Adam.
“Dan ingatlah Ketika Kami
berfirman kepada para malaikat, ‘sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah
mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabbuur , dan ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:34).
Ini adalah penghormatan paling tinggi kepada makhluk yang
akan membuat kerusakan dimuka bumi dan menumpahkan darah. Akan tetapi, manusia
diberi rahasia yang bisa mengangkat derajatnya lebih tinggi dari pada malaikat.
Mereka dibri rahasia makrifat, sebagaimana mereka diberi rahasia iradah yang
merdeka untuk memilih jalan hidup. Dan para malaikat pun bersujud melaksanakan
perintah Tuhan Ynag Mahatinggi dan Mahaluhur.
Iblis yang memiliki sifat iri atas karunia Allah yang
diberikan kepada Adam, lalu berkata, “Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam
dari tanah.” Hal itu merupakan permulaan dosa. Dalam sebuah hadis shahih Nabi
saw bersabda: “Tidak dapat masuk surga orang yang dalam hatinya ada sifat
takabbur meskipun sebiji sawi.”
Disini mulai nampak kejahatan yaitu menentang perintah
Allah Swt., sombong untuk mengakui kemuliaan ahlinya, membanggakan dosa-dosa
dan menutup hatinya dari memahami masalah makhluk yang melakukan seperti itu
ialah iblis.
Karena kesombongan iblis, akhirnya iblis membuka
peperangan abadi dengan khalifah Allah dimuka bumi. Peperangan abadi tersebut
terjadi dalam hati manusia. Peperangan yang dimenangkan oleh kebaikan apabila
manusia manusia membentengi dirinya dengan kemauan dan menunaikan perjanjian
dengan Tuhannya, dan sebaliknya dimenangkan oleh kejahatan apabila manusia
menyerahkan dirinya kepada syahwat dan menjauhkan dirinya dari Tuhan.
“Dan Kami berfirman ,’Hai Adam,
diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik dimana saja kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim’.” (Al-Baqarah:35)
Dalam
ayat ini Allah memberitakan kemuliaan yang diberikanNya kepada Adam. Sesudah
memerintahkan malaikat bersujud kepada Adam, lalu menyuruh Adam tinggal serta
makan dan minum sepuas-puasnya disurga.
Susunan
ayat ini juga menjelaskan tentang kejadian Hawa yang telah diciptakan sebelum
Adam masuk surga. Namun, ada pendapat yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan
sesudah Adam masuk surge sebagaimana keterangan Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan
beberapa sahabat yang menyatakan, bahwa Iblis diusir dari surga lalu Adam ditempatkan disurga. Ia berjalan-jalan
sendirian di surga. Tiba-tiba ia tertidur dan ketika bangun, sudah ada wanita
didekat kepalanya. Wanita itu sedang duduk. Wanita itu telah dijadikan oleh
allah dari tulang rusuk Adam. Kemudian wanita itu disapa oleh Adam, “Siapakah
Anda?”. Jawabnya, “Seorang wanita”. Lalu ditanya, “Untuk apa Anda
diciptakan?” Jawabnya, “Supaya engkau
merasa tenang dantentram bersamaku”. Kemudian para malaikat mendatangi Adam
untuk mengetahui sampai dimana ilmunya dan bertanya, “Siapakah Namanya, hai
Adam?” Jawab Adam,”Hawa”. Ditanya lagi, “mMengapa dinamakan Hawa?” Jawabnya,
“Karena ia dijadikan dari sesuatu yang hidup”.
Pada ayat yang artinya,”Dan janganlah kamu berdua
dekati pohon ini”.(Al-Baqarah:35) Ini merupakan ujian dari Allah kepada
Adam. Semua buah-buahan disurga diperbolehkan bagi Adam yuntuk memakannya
kecuali satu pohon. Sebatang pohon tersebut, boleh jadi melambangkan akan
adanya larangan dalam kehidupan dimuka bumi ini.
Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud menyebutkan, bahwa pohonyang
dimaksud ialah pohon anggur. Sementara orang Yahudi pohon gandum. Ibnu Abbas
juga menyebutkan pohon itu As-Sunbullah
(tiap biji yang bertangkai seperti beras, gandum atau jaguung). Sufyan
Ats-Tsauri dari Hushain dari Abu Malik menyebutkan pohon kurma. Sedangkan para
Mujahid menyebutkan buah tin.
“Lalu keduanya digelincirkan
oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semuala”, (Al-Baqarah:36) yang maknanya keuanya digelincirkan
oleh setan darimsurga sehingga keduanya meninggalkan berbagai kenikmatan
makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan berbagai kepuasan serta
kemewahan.
Ungkapan ‘azzallahumma’ setan menggelincirkan mereka
berdua dimana menjauhakan Adam dan Hawa dari surga dan mendorong kaki mereka
sehingga terpeleset dan jatuh. Pada waktu itu sempurnalah cobaan tersebut, Adam
lupa kepada janjinya, lemah menghadapi godaan.
Kemudian Allah berfirman, “ Kami berfirman, ‘Turunlah kamu!
Sbagian kamu menjadi musuh bagi yang lain dan bagi kamu ada tempat kediaman di
bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’”. (Al-Baqarah:36) ini
merupakan perizinan dimulainya perseteruan dilapangan yang telah ditentukan
untuknya, antara setan dan manusia , hingga akhir zaman.
Adam menyadari kesalahannya itu karena fitrahny dan ia
segera disusuli oleh rahmat Tuhannya yang senantiasa menjemputnya bilamana ia
kembali dan berlindung kepadanya.
2. Hubungan Surat Al-Baqarah : 30-36 dengan Komunikasi
v Bahwa komunikasi telah dibangun sejak dahulu dengan adanya dialog antara
Allah dengan malaikat ketika akan menciptakan seorang Khalifah (manusia) yang kelak akan menghuni mengelola
dan menjaga bumi ini.
v Dialog
yang dilakukan oleh Allah dan Malaikat mengandung sebuah pelajaran bagi manusia
bahwa ketika mengerjakan segala sesuatu harus di pertimbangkan dengan adanya
dialog dengan orang lain maupun dialog dengan diri sendiri.
v Dugaan-dugaan (persepsi) dalam berkomunikasi pasti ada, seperti para malaikat
yang ketika itu menduga bahwa khalifah yang akan diciptakan Allah ini akan
membawa perkelahian dan pertumpahan darah. Hal tersebut mungkin karena
pengalaman yang pernah dilakukan oleh para malaikat sebelum makhluk baru ini
diciptakan.
Tafsir Surat An-Nisa Ayat 1
·
An-Naas : sebuah nama yang menunjukkan jenis manusia yaitu hewan
yang dapat berbicara (berfikir), bentuknya tegak berdiri yang dikenal sebagai
manusia.
·
Tasaa’aluuna bihii : sebagian diantara kamu meminta kepada sebagian lainnya.
·
Al-Arhaam : mereka tersia-sia (terputusnya) hubungan rahim
(persaudaraan).
·
Ar-Raqiib : yang di maksud disini adalah yang memelihara karena
pengertian ini termasuk diantara konsekuensi makna mengawasi.
“Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri”
Menurut Jumhur Ulama bahwa makna An-Nafsul Wahidah adalah
Adam. Al-Qaffal mengatakan, bahwa makna yang dimaksud dalam ayat itu ialah,
sesungguhnya Allah telah menciptakan setiap orang diantara kalian berasal dari
satu jiwa. Kemudian dia menjadikan istri untuknya yang Dia ciptakan dari
dirinya, sama sebagai manusianya dan sejenis. Al-ustaz Al-Imam Muhammad
Abdullah mengatakan bahwa makna lahiriyah nas bukan menunjukkan bahwa yang dimaksud
dengan satu jiwa itu adalah Nabi Adam, karena dua alasan berikut ini:
·
Penyelidikan ilmiah dan sejarah (arkeologo) yang
bertentangan dengan pengertian tersebut.
·
Didalam ayat ini juga dikatakan rijalan katsiran wa
nisa’an (laki-laki dan perempuan yang banya), bukan ar-rijal wan nisa’
(laki-laki dan perempuan).
Syekh Muhammad Abdul al-Qasimi dan beberapa ulama
kntemporer lainnya memahaminya sama dengan firman Allah (Al-Hujuraat:13).
Ayat al-Hujuraat memang berbicara tentang asal kejadian
manusia yang sama dari seorang ayah dan ibu yakni sperma ayah dan ovum ibu.
Penekanan ayat ini yakni pada persamaan hakikat kemanusiaan orang perorang.
Walaupun berasal dari ayah dan ibu yng berbeda tetapi proses kejadiannya sama.
Karena itu tidak wajar jika saling menghina atau merendahkan orang lain. Adapun
ayat An-Nisa’ lebih menjelaskan kesatuan dan kesamaan orang perorang dari segi
hakikat kemanusiaan, konteks ayat ini untuk menjelaskan banyak dan
berkembangbiaknya mereka dari seorang ayah yakni Adam dan seorang ibu yaknu
Hawa.
Ayat ini untuk mengantar lahirnya persatuan dan kesatuan
dalam masyarakat serta bantu membantu dan saling menyayangi, karena semua
manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, kecil dan besar, beragama atau tidak beragama. Semua dituntut untuk
menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam masyarakat, serta saling menghormati
HAM.
Kata rabbakum
(tuhan kamu), pemilihan kata itu membuktikan adanya hubungan antara manusia
dengan Tuhan yang tidak boleh putus. Hubungan antara manusia denganNya itu,
sekaligus menuntut agar setiap orang senantiasa memelihara hubungn antara
manusia dengan sesamanya.
“Dan menciptakan darinya
pasangannya”. Allah lalu
menciptakan untuk jiwa tersebut, yang tergambarkan dalam bentuk Adam, seorang
istri yang diciptakan dari dirinya sendiri, yang kemudian diberi nama Hawa.
Abu Muslim Al-Asfahaniy berpendapat yang dimaksud dengan
makna lafaz minha artinya dari yang
sejenis dengannya, sebagaimana makna yang terdapat didalam firmanNya: (Ar-Rum:21).
Perempuan memiliki sifat ‘awjaa’ / bengkok. Rasulullah Saw. bersabda, “Saling wasiat
mewasiatilah untuk berbuat baik kepada wanita. Karena mereka itu diciptakan
dari tukang rusuk yang bengkok, kalau engkau membiarkannya dia tetap bengkok
dan bila engkau berupaya meluruskannya dia akan patah (HR. At-Tirmidzi melalui
Abu Hurairah).
Pasangan suami istri hendaknya menyatu sehingga menjadi
diri yang satu, yakni menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan
harapannya, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan
nafasnya.
“Dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan banyak”.
Kemudian Allah mengembangbiakkan dua jenis manusia pria
dan perempuan, melalui Adam dan Hawa. Allah menjadikan keturunan dari dua
sejoli. Maka semua keturunan manusia dikembangbiakkan melalui satu pasangan
yang terdiri dari laki-laki dan wanita.
Ayat ini menginformasikan bahwa populasi manusia pada
mulanya bersumber dari satu pasangan, kemudian satu pasangan itu berkembang
biah, sehingga menjadi sekian banyak pasangan yang terus berkembang biak,
demikian seterusnya hingga setiap saat bertambah.
“Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan namaNya kamu saling meminta dan peliharalah pula hubungan
silaturrahim.”
Kata Al-Arhaam,
disini bermana bahwa rahim menunjukan hubungan sudah terjalin dengan erat, atau
tepatnya Allah menjalin hubungn yang erat antar manusia. Karena itu Allah
mengancam siapa pun yang memutuskan dan menjanjikan keberkatan dan usia yang
panjang bagi siapa yang memeliharanya. Rasul saw bersabda,”Siapa yang senang
diperluas rezekinya dan diperpanjang usianya, maka hendaklah ia menyambung
hubungan rahim / kekeluargaannya (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah)
“Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.”
Sesungguhnya Allah selalu mengawasi semua amal perbuatan
dan motivasi yang ada dalam jiwamu, disamping pengaruhnya terhadap sikapmu.
Semua itu tidak ada yang tersembunyi bagi Allah. Dalam hal ini terkandung suatu
perhatian untuk kita agar selalu ikhlas dalam beramal. Sebab seseorang yang
selalu ingat bahwa Allah senantiasa mengawasi dalam setiap amal perbuatan yang
dilakuaknnya, maka sudah sewajarnya apabila ia bertakwa kepadaNya dan berpegang
teguh pada batasan-batasanNya.
2. Hubungan Surat An’Nisa’:1 dengan Komunikasi
v Dalam ayat ini
Allah telah menjadikan manusia dalam satu senis yang sama yang berasal dari
Adam dan Hawa. Kemudian Allah menciptakan qita pasangan yang sejenis pula yang
tujuannya untuk mengembangbiakkan manusia di bumi.
v Disin penciptaan pasangan
tidak lain untuk berkomunikasi lebih mendalam ketika sudah menjadi pasangan.
v Disini pula Allah
memerintah kita untuk menjaga keimanan
dan silaturrahim kita, dan kita diperintahkan untuk selalu ikhlas dalam
beramal.
Tafsir Surat Al-A’raaf Ayat 11
Kata ‘khalaqnaakum’ “Kami telah menciptakan kamu”, ditujukan pada penciptaan Adam,
walaupun redaksinya ditujukan kepada manusia secara umum. Ayat ini mengingatkan
pada seluruh manusia tentang anugerah kehidupan sehingga redaksi ayat ini
ditujukan kepada mewreka sebab mereka tidak akan tercipta tanpa adanya Adam
sebagai manusia pertama.
Selanjutnya kata ‘tsumma’ “kemudian”, tidak menunjukan
urutan waktu, tetapi untuk menunjukan peningkatan yang bersifat maknawi,
immateri.
Kata ‘Shawwara’ “membentuk”, dapat
berarti memberi rupa, bentuk dan sifat-sifat khusus serta
keistimewaan-keistimewaan. Shawwara berasal dari kata ‘tashwir’ yang mana lebih
tinggi dari pada ‘wujud’. Karena wujud itu bisa saja benda-benda mati, sedangkan
tshawir dengan arti memberi rupa, bentuk dan sifat-sifat khusus pada manusia
lebih tinggi tingakatannya daripada sekedar mengadakan.
“Dan sesungguhnya telah kami jadikan kamu (Adam)dan telah Kami beri kamu
rupa” (Al-A’raaf:11),
mengingatkan kita sebagai manusia supaya berterima kasih kepada Allah. Kejadian
penciptaan manusia berasal dari tanah liat, atau dari pada setetes mani (maa-in laazibin). Lalu tanah itu melalui
berbagai proses sehingga jadi mani, menjadi segumpal air (nuthfah), kemudian jadi segumpal darah (‘alaqah), kemudian menjadi segumpal daging (mudhghah), terus dijadikan tulang, terus diselimuti dengan daging,
terus diberi bentuk rupa atau wajah yang elok. Dan dari tanah pulalah Adam
diciptakan sampai menjadi tubuh, diberi rupa dan diberi nyawa.
Keseluruhan nash Al-Qur’an mengenai penciptaan Adam dan
mengenai penciptaan jenis makhluk yng bernama manusia manusia, menegaskan bahwa
pemberian ciri-ciri khusus insaniah dan fungsi-fungsinya secara tersndiri bagi
manusia ini menyertai penciptaannya. Penciptaan jenis makhluk yang bernama
manusia ini merupakan kejadian yang tersendiri, pada masa yang hanya Allah yang
mengetahui kondisi bumi waktuitu yang kondusif bagi kehidupan dan pertumbuhan
serta perkembangan manusia.
“Kemudian itu telah Kami katakan kepada Malaikat:”Sujudlah kepada Adam!”
Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Tidaklah ada dia dari mereka yang sujud” (Al-A’raaf:11). Malaikat ini adalah makhluk Allah yang
memiliki kekuasaan-kekuasaan dan tugas-tugas sendiri. Para malaikat yang tidak
pernah melanggar perintah Allah dan selalu melaksanakan apa yang di perintahkan
kepada mereka, melakukan sujud dengan kepatuhan dalam melaksanakan perintah
Allah, tanpa ragu-ragu dan tidak menyombungkan diri serta tidak memiliki
ide-ide untuk menentang dengan alasan persepsi dan pemikiran apapun.
Sedangkan iblis yang menurut para pakar bahasa, terambil kata
ablasa
yang berarti putua asa dari kata balasa yang berarti tidak ada
kebaikannya. Ia dinamai demikian sebab ia adalah makhluk yang tidak memiliki
sisi kebaikan moral dan agama, tidak juga akan mendapatkan ganjaran dan
kebaikan dari Allah dan dengan terkutuknya maka putus pula harapannya untuk
mendapatkan rahmat illahi.
2. Hubungan Surat Al-A’raaf :
11 dengan Komunikasi
v Allah menciptakan dan memberikan bentuk pada manusia baik itu materi maupun immateri dengan tujuan ketika
manusia kelah sudah beranak pinak dalam
melakukan komunikasi dapat memperhatikan dan mengamati satu sama lain.
v Komunikasi akan terasa lebih effektif jika antara
komunikator dan komunikan saling mengetahui (seperti: bentuk wajah, postur tubuh) serta saling mengerti dan memahami sifat
dan perilakunya.
Tafsir Surat Al-Dzaariyaat Ayat 49
Setelah Allah memasuakan terjadinya penghimpunan dan
memberikan dalil-dalil yang menunjukan bahwa penghimpunan itu pasti terjadi
tanpa dirgukan lagi, maka Allah menunjukkan keesaan dan kebesaran kekuasaanNya.
Dia telah menciptakan pula masing-masing jenis binatang sejodoh-sejodoh, jantan
betina, supaya keberadaan segala jenis binatang tetap berlangsung sampai dengan
kebinasaan alam ini, sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.
“Dan segala sesuatu telah Kami ciptakan berpasng-pasangan supaya kamu
mengingat”. (Al-Dzaariyaat:49).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan jodoh
yang berlainan dalam soal bentuk dan tujuannya. Masing-masing dari keduanya
merupakan jodoh bagi yang lain. Contoh Allah telah menciptakan kebahagiaan dan
kesengsaraan, petunjuk dan kesesatan, malam dan siang, langit dan bumi, hitam
dan putih, semuanya itu diciptakan agar manusia ingat dan mengambil pelajaran
bahwa Allah adalah Tuhanmu yang patut kamu sembah semata tanpa menyekutukan Dia
dengan yang lain. Dia Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu dengan lawannya dan
mengadakan pasangan-pasangan dari setiap sesuatu, tidak seperti sesembahan
lainnya yang tidak kuasa berbuat seperti itu.
2. Hubungan Surat Al-Dzaariyaat:49 dengan Komunikasi
v Disini Allah menciptakan manusia saling berpasangan yang
tujuanya tidak lain untuk memudahkan manusia dalam berkomunikasi dengan
sesamanya.
v Komunikasi dapat dibangun apabila ada komunikator (seorang yang mengirimkan pesan) dan komunikan (seorang
yang menerima pesan). Dan keduanya merupakan pasangan dalam proses komunikasi.
E. 1. Tafsir Surat Al-Faatir Ayat 35
Ayat ini masih melanjutkan tentang kuasa Allah
membangkitkan manusia. Allah menciptakan
asal usul kamu yakni Adam dari tanah kemudian menciptakan kamu semua
dari sperma yang asal usulnya pun
bersumber antara lain dai makanan yang dihasilakan oleh tanh., kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan
laki-laki dan perempuan. Dan tidak ada
seorang perempuan pun mengandung janin dan
tidak pula melahirkan anak
melainkan dengan seizin dan sepengetahuanNya.
Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur
seseorang yang berumur panjang dan tidak
pula dikurangi umurnya, melainkan tercatat dalam Kitab Lauh Mahfuzh
atau pengetahuan Allah. Sesungguhnya yang
demikian itu bagi Allah adalah mudah.
Pada ayat tersebut terdapat kata ja’aalakum azwaajan
(menjadikan kamu berpasangan), artinya Allah menjadikan kamu hidup selaku suami
istri atai dalam arti luas menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku..
tetapi dalam ayat tersebut lebih tepat jika diartikan sebagai pasangan
laki-laki dan perempuan sebab sejalan dengan penyebutan nuthfah sebelumnya dan selan pula dengan uraian sesudahnya tentang
kehamilan dan perpanjangan atau pengurangan umur seseorang.
Kata yu’ammar terambil dari kata ‘umur
yang diterjemahkan usia. Maksudnya menjadikan seseorang hidup dengan kemakmuran
jiwa dan raga. Ada umur rata-rata yang berlaku setiap generasi atai tempat dan
waktu.
Kemudian kata ‘umrihi’ (umurnya), menunjukan bahwa
Allah tidak memanjangkan umur seseorang, tidak pula mengurangi akibat
perjalanan masa yang dilaluinya, kecuali semua itu tercatat dalam Lauh Mahfuzh.
2. Hubungan Surat Al Faathir:35 dengan Komunikasi
v Ayat ini menjelaskan penciptaan selanjutnya pada generasi
setelah nabi Adam. Penciptaan
manusia setelah Adam berlangsung secara biologis dengan perantara laki-laki dan
perempuan.
v Biasanya sebelum
terjadi proses reprodoksi, antara laki-laki dan perempuan melakuakan proses
komunikasi ynag dinamakan Ta’aruf (berkenalan), kemudian menikah dengan
mengikrarkan janji suci kepada Allah dan setelah itu proses biologis itu pun
halah untuk dilakukan.
F. 1. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 213
Kata
Al-Ummah,dalam
Kitabullah mempunyai banyak arti:
a) Bermakna
Millah
yakni akidah-akidah dan syariat-syariatyang pokok, seperti firman Allah Swt.:
(Al-Anbiya:92)
b) Jamaah, bermakna jamaah tersebut berada dalam
satu ikatan kesatuan. Dengan nama kesatuantersebut, umat bisa dikenal, Firman Allah dalam Al-Qur’an: (Al-A’raaf:18)
c) Bermakna
Imam,yang
dijadikan panutan, seperti firman Allah: (An-Nahl:120)
d) Bermakna zaman
atau waktu,
sebagaimana firman Allah yang berbunyi: (Hud:8)
e) Umat yang terkenal, yaitu umat islam, Allah telah berfirman: (Ali
‘imran:110)
Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman
melalui Nabi Nya agar memasuki agama Islam secara menyeluruh, bersatu dan tidak
bersengketa satu sama lain. Dalam atai ini Allah menuturkan bahwa memakai
petunjuk para nabi merupakan keharusan dan kebutuhan manusia. Allah telah
memastikan bahwa umat manusia bagaikan umat yang satu, dimana antara yang satu
dengan yang lainnya saling berhubungan. Dan allah mengutus para nabi sebagai
pemberi peringatan dan pemberi kabar gembira kepada mereka serta bukti-bukti
kongkrit yang memperkuat kebenaran kenabian mereka.
“Manusia sejak dahulu adalah
ummat yang satu, (setelah timbul perselisihan)”.
Allah menciptakan manusia sejak dahulu hingga sekarang
dalam satu kesatuan umat. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial dimana satu
sama lainnya saling berhubungan dalam masalah kehidupan dan saling membutuhkan.
Manusia tidak akan bisa hidup, kecuali apabila antara satu dengan lainnya
saling bahu membahu.
“Kemudian Allah mengutus para
Nabi sebagi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan”.
Fitrah manusia sebagi makhluk sosial, terkadang sering
menimbulkan perselisihan diantara mereka dan hal tersebut sesuatu yang wajar.
Sebab, antara satu dengan yang lainnya mempunyai watak dan tingkat kecerdasan
serta kecenderungan dan profesi yang berbeda-beda. Manusia yang tidak
mengetahui sepenuhnya bagaimana cara memperoleh kemas;ahatan mereka, tidak juga
bagaimana mengatur hubungan antara mereka atau menyelesaikan perselisihan
mereka. Disisi lain manusia memiliki sifat egoisme yang dapat muncul
sewaktu-waktu, sehingga dapat menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu, Allah
mengutus para rasul kepada mereka sebagai pembawa berita gembira dan
kebahagiaan baik kehidupan dunia maupun akhirat nanti, serta pemberi peringatan
kepada mereka bahwa Allah mengahus amal mereka dan menyiksa mereka, apabila
mereka tetap menuruti kemauan hawa nafsu dan tidak mau melihat akbat yang
ditimbulkan oleh perbuatannya di akhirat kelak.
Manusia pada awal pertumbuhannya yang penuh dengan
kesederhanaan dan keterbatasan, hanya bisa memahami hal-hal yang bisa dijangkau
oleh indra mereka saja dan meraka sama sekali tidak mengetahui kecuali apa yang
bisa dirasakan oleh panca indra mereka. Dan disni peran nabi sebagai pemberi
petunjuk kepada mereka tentang hubungan antara mereka dengan Tuhan dan hubungan
antara sesama mereka.
”Dan menurunkan bersama mereka
Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan”.
Dalam ayat ini terkandung pengertian bahwa yang
memutuskan hal-hal yang mereka persengketakan hanyalah Kitabullah. Jika mereka
menyimpang dari ketentuan dan mengikuti bisikan hawa nafsunyadan kepentingan
mereka masing-masing. Dengan demikian hakikat petunjuk Kitabullah menjadi
kabur. Maslahah telah berubah menjadi mafsadah oleh ulah tangan manusia. Fungsi
Kitabullah dalam kehidupan manusia:
Ø
Sebagai hakim, pembicara, sebagaimana firman Allah:
(Al-Jasiyah:29)
Ø
Sebagi petunjuk dan pembawa berita gembira. (Al-Isra’:9)
Sebenarnya prinsip-prinsip ajaran Illahi yang dibawa oleh
masing-masing para nabi pada hakikatnya sama yakni ajaran Tauhid.
“Tidaklah
berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada
mereka Kitab itu, yaitu setelah datang pada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, karena keingan yang tidak wajar (dengki antara mereka sendiri)”.
Tetapi kenyataannya tidak demikian. Kitab tersebut
setelah berada ditengah-tengah ummat tidak mereka jadikan rujukan dalam
menyelesaikan perselisihan, bahkan mereka berselisih. Penolakan dan
perselisihan bukan karena kitab yang diturunkan tidak jelas, tetapi mereka
berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata.
Penolakan dan perselisihan itu disebabkan oleh dengki antara mereka sendiri.
Allah telah menganugerahkan kitabNya kepada mereka agar
mereka mengambil keputusan sesuai dengan apa yang terdapat didalamnya dan
menjadikannya sebagai pegangan dalam mengatur umat. Kitabullah bersih dari
hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan ia sengaja diturunkan untuk membawa
umat manusia kepada kebahagian dan kesepakatan diantara mereka dan bukan untuk
menyengsarakan serta memecah belah persatuan mereka.
“Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan
itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dia
kehendakiNya kepada jalan lurus”.
Sesungguhnya, orang-orang beriman adalah mereka yang
mendapatkan petunjuk berkat taufik danhidayah Allahdan mereka tetap memegang
teguh perkara hak yang dijadikan persengketaan diantara mereka serta tidak
terbawa arus persengketaan mereka. Iman juga merupakan pengontrol setiap
gerakan atau pikiran yang terbetik dalam hatinya serta bagi pikirannya manakala
sedang memahami ayat-ayat Allah yang ada didepannya. Orang yang bener-bener
beriman, dalam beri’tikad selalu sesuai dengan kenyataan, berpikir jauh dan
luas serta realitas, berarti tenang dan teduh jiwanya.
2. Hubungan Surat Al-Baqarah:213 dengan Komunikasi
v Manusia sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi
dengan lingkungan dan masyarakat pasti tidak akan terlepas dengan proses komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menyatukan sebuah kelompok
yang memiliki tujuan khusus untuk kelompok tersebut.
v Setelah Allah
menjadikan sebuah peradaban manusia yang satu, disana terjadi sebuah
perselisihan yang disebabkan tingkat kecerdasan dan watak yang berbeda-beda.
Sehingga Allah mengutus para nabi sebagai penyalur ajaran Illahi.
v Dalam ayat ini, ada dua unsur penting dalam komunikasi
yaitu saluran dan pesan sekaligus media. Saluran (channel)
dalam ayat ini adalah para nabi yang bertugas menyampaikan risalah dari Tuhan
pada umat manusia. Sedangkan pesan dan medianya yaitu Kitabullah yang telah
diturunkan pada para nabi.
v Disamping itu
dengan diutusnya para nabi memiliki tugas untuk menyampaikan kabar gembira pada
mereka yang beriman dan bertakwa pada Allah dan memberi peringatan kepada
mereka yang melanggar perintah Allah. Ini dapat dijadikan sebagai kode etik dalam menyampaikan dakwah bahwa
misi dakwah selain ‘amar ma’ruf nahi mungkar maka memberikan kabar gembira dan
memberikan peringatan termasuk juga tugas seorang da’i.
Al-Maraghi,
Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi Juz . Toha Putra: Semarang.
Hamka. 1983. Tafsir
Al-Azhar. Pustaka Panjimas: Jakarta
Ibnu
Kasir, Abul Fida Isma’il. 2003. Tafsir Ibnu Kasir. Sinar Baru: Bandung.
Quthb,
Sayyid. 1992. Tafsir Fi Zhi-lalil Qur’an .Gema Insani: Jakarta.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar