Senin, 28 November 2011

tafsir ayat-ayat komunikasi

TAFSIR AYAT-AYAT KOMUNIKASI


Oleh:
IFTITAH      
 Tafsir Surat Al-Baqoroh Ayat 30-36
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah:30).
Kalau begitu, ini adalah kehendak yang luhur menyerahkan pengendalian bumi ini kepada makhluk yang baru. Dan diserahkan kepadanya pelaksanaan kehendak Sang Maha Pencipta didalam menciptakan dan mengadakan, menguraikan dan menyusun,  memutar, menukar dan menggali apa yang ada di bumi baik berupa kekuatan, potensi, kandungan maupun bahan-bahan mentahnya.
Disana juga terdapat kesatuan dan keharmonisan antara undang-undang yang mengatur bumi dan seluruh alam dan undang-undang yang mengatur makhluk (manusia) ini dengan segala kekuatan dan potensinya.
Dalam ayat ini Allah memberitakan karuniaNya yang besar kepada Bani Adam, sebab Allah menyebutkan keadaan mereka dihadapan para malaikat sebelum mereka diciptakan. Khalifah disini berarti kaum yang silih berganti, abad demi abad, generasi demi generasi yang menghuni bumi.
Adpun pertanyaan malaikat: “Ataj’alu fiiha man yufsidu fiiha wayasfikud dimaa’a”, padangan malaikat tentang khalifah yaitu orang yang akan melerai perselisihan diantara manusia. Pertanyaan malaikat itu bukan merupakan sanggahan tantangan atau protes juga bukan karena dengki. Sebab jika Allah menjadikan makhluk itu semata-mata agar Allah disembah, maka para malaikat yang tidak henti-hentinya bertasbih, bertahmid dan mengagungkan asma Allah sudah cukup.
Selain itu dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an 1 dijelaskan perkataan malaikat ini memberikan kesan bahwa mereka mempunyai bukti-bukti keadaan atau berdasarkan pengalaman masa lalunya dibumi, atau dengan ilham pandangan batinnya, yang menyikap sedikit tentang tabiat makhluk ini atau tentang tuntutan hidupnya dimuka bumi dan yang menjadikan mereka mengetahui atau memprediksi bahwa makhluk (manusia) ini kelak akan membuat kerusakan dibumi dan menumahkan darah.
Dan Allah pun menjawab pertanyaan malaikat: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”.(Al-Baqarah:30) Makna firmanNya ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan malaikat yang artinya: “Sesungguhnya Aku mengetahui secara rinci hikmah penciptaan makhluk ini, sedangkan keadaan yang kalian katakan itu sebenarnya kalian tidak mengetahuinya. Sungguh Aku mengetahui, bahwa kalian lebih layak dan lebih maslahat tetap berada di tempat kalian”.
Disini dikisahkan dari seorang sahabat yang bernama Ibnu Abbas mengenai kehidupan bumi dahulu sebelum Allah menciptakan manusia. Dia berkata: “Sesungguhnya yang pertama klai menghuni bumi ini ialah Jin. Lalu mereka menimbulkan kerusakan dimuka bumi dan saling menumpahkan darah. Kemudian Allah mengutus iblis untuk memerangi dan mengusi mereka. Akhirnya iblis bersama malaikat memerangi dan mengusir mereka, sehingga mereka terpaksa tinggal dipulau-pulau dan dihutan-hutan serta di gunung-gunung. Kemudian Allah berfirman, ‘Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi’. Maka para malaikat bertanya, ‘Apakah tidak mungkin akan timbul lagi perusuh yang merusak dan saling membunuh diantara mereka?’”.
Dalam ayat yang artinya “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.” (Al-Baqarah:30). Disini terdapat kata ‘Nusabbihu’ dan ‘Nuqaddisu’ yang sama-sama memiliki arti mensucikan. Perbedaan dari kedua kata tersebut yaitu Nusabbihu memiliki makna mensucikan Allah dari segala sifat yang disandarkan oleh kaum Musyrik mengenai kerendahan dan keburukan, sedangkan Nuqaddisu mengandung makna masucikan Allah atas semua sifat kesucian Nya.
Bagaimanakah kalimat zikir itu?
Abu Dzar r.a. menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Apakah kalimat zikir yang paling utama?” jawab Nabi saw.: “Apa yang dipilihkan oleh Allah buat para malaikat Nya yaitu: Subhanallah wabihamdihi” (H.R. Muslim).
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman,’Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kalian memang benar-benar orang yang benar” (Al-Baqarah:31). Kita menyaksikan sejumput kecil rahasia illahi yang besar yang dititipkan Nya pada makhluk yang bernama manusia. Dia menyerahkan kepadanya kunci-kunci kekhalifahan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ”Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semua benda nama-nama semua benda yang akan dibuat manusia, binatang dan segala keperluan manusia didunia ini.”
Sedangkan para malaikat, mereka tidak memerlukan kunci-kunci ini, karena tidak ada urgensinya dengan tugas-tugas mereka. Oleh karena itu, mereka tidak diberi makrifat (pengetahuan) mengenai nama-nama benda seperti manusia. Maka, ketika Allah mengajarkan rahasia ini kepada Adam dan mengemukakannya kepada para malaikat apa yang telah dikemukakannya kepada Adam, mereka tidak mengetahui bagaimana menempatkan rumus-rumus (isyarat-isyarat) lafal bagi sesuatu atau seseorang. Mereka menyatakan kelemahannya dengan menyucikan Tuhannya, mengakui kelemahan itu dan mengakui keterbatasan pengetahuannya. Padahal, semua itu telah diketahui dan dikenal oleh Adam.
“Dan ingatlah Ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabbuur , dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:34).
Ini adalah penghormatan paling tinggi kepada makhluk yang akan membuat kerusakan dimuka bumi dan menumpahkan darah. Akan tetapi, manusia diberi rahasia yang bisa mengangkat derajatnya lebih tinggi dari pada malaikat. Mereka dibri rahasia makrifat, sebagaimana mereka diberi rahasia iradah yang merdeka untuk memilih jalan hidup. Dan para malaikat pun bersujud melaksanakan perintah Tuhan Ynag Mahatinggi dan Mahaluhur.
Iblis yang memiliki sifat iri atas karunia Allah yang diberikan kepada Adam, lalu berkata, “Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah.” Hal itu merupakan permulaan dosa. Dalam sebuah hadis shahih Nabi saw bersabda: “Tidak dapat masuk surga orang yang dalam hatinya ada sifat takabbur meskipun sebiji sawi.”
Disini mulai nampak kejahatan yaitu menentang perintah Allah Swt., sombong untuk mengakui kemuliaan ahlinya, membanggakan dosa-dosa dan menutup hatinya dari memahami masalah makhluk yang melakukan seperti itu ialah iblis.
Karena kesombongan iblis, akhirnya iblis membuka peperangan abadi dengan khalifah Allah dimuka bumi. Peperangan abadi tersebut terjadi dalam hati manusia. Peperangan yang dimenangkan oleh kebaikan apabila manusia manusia membentengi dirinya dengan kemauan dan menunaikan perjanjian dengan Tuhannya, dan sebaliknya dimenangkan oleh kejahatan apabila manusia menyerahkan dirinya kepada syahwat dan menjauhkan dirinya dari Tuhan.
“Dan Kami berfirman ,’Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim’.” (Al-Baqarah:35)
Dalam ayat ini Allah memberitakan kemuliaan yang diberikanNya kepada Adam. Sesudah memerintahkan malaikat bersujud kepada Adam, lalu menyuruh Adam tinggal serta makan dan minum sepuas-puasnya disurga.
Susunan ayat ini juga menjelaskan tentang kejadian Hawa yang telah diciptakan sebelum Adam masuk surga. Namun, ada pendapat yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan sesudah Adam masuk surge sebagaimana keterangan Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan beberapa sahabat yang menyatakan, bahwa Iblis diusir dari surga lalu Adam ditempatkan disurga. Ia berjalan-jalan sendirian di surga. Tiba-tiba ia tertidur dan ketika bangun, sudah ada wanita didekat kepalanya. Wanita itu sedang duduk. Wanita itu telah dijadikan oleh allah dari tulang rusuk Adam. Kemudian wanita itu disapa oleh Adam, “Siapakah Anda?”. Jawabnya, “Seorang wanita”. Lalu ditanya, “Untuk apa Anda diciptakan?”  Jawabnya, “Supaya engkau merasa tenang dantentram bersamaku”. Kemudian para malaikat mendatangi Adam untuk mengetahui sampai dimana ilmunya dan bertanya, “Siapakah Namanya, hai Adam?” Jawab Adam,”Hawa”. Ditanya lagi, “mMengapa dinamakan Hawa?” Jawabnya, “Karena ia dijadikan dari sesuatu yang hidup”.
Pada ayat yang artinya,”Dan janganlah kamu berdua dekati pohon ini”.(Al-Baqarah:35) Ini merupakan ujian dari Allah kepada Adam. Semua buah-buahan disurga diperbolehkan bagi Adam yuntuk memakannya kecuali satu pohon. Sebatang pohon tersebut, boleh jadi melambangkan akan adanya larangan dalam kehidupan dimuka bumi ini.
Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud menyebutkan, bahwa pohonyang dimaksud ialah pohon anggur. Sementara orang Yahudi pohon gandum. Ibnu Abbas juga menyebutkan pohon itu As-Sunbullah (tiap biji yang bertangkai seperti beras, gandum atau jaguung). Sufyan Ats-Tsauri dari Hushain dari Abu Malik menyebutkan pohon kurma. Sedangkan para Mujahid menyebutkan buah tin.
“Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semuala”, (Al-Baqarah:36) yang maknanya keuanya digelincirkan oleh setan darimsurga sehingga keduanya meninggalkan berbagai kenikmatan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan berbagai kepuasan serta kemewahan.
Ungkapan ‘azzallahumma’ setan menggelincirkan mereka berdua dimana menjauhakan Adam dan Hawa dari surga dan mendorong kaki mereka sehingga terpeleset dan jatuh. Pada waktu itu sempurnalah cobaan tersebut, Adam lupa kepada janjinya, lemah menghadapi godaan.
Kemudian Allah berfirman, “ Kami berfirman, ‘Turunlah kamu! Sbagian kamu menjadi musuh bagi yang lain dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’”. (Al-Baqarah:36) ini merupakan perizinan dimulainya perseteruan dilapangan yang telah ditentukan untuknya, antara setan dan manusia , hingga akhir zaman.
Adam menyadari kesalahannya itu karena fitrahny dan ia segera disusuli oleh rahmat Tuhannya yang senantiasa menjemputnya bilamana ia kembali dan berlindung kepadanya.
2. Hubungan Surat Al-Baqarah : 30-36 dengan Komunikasi
v  Bahwa komunikasi telah dibangun sejak dahulu dengan adanya dialog antara Allah dengan malaikat ketika akan menciptakan seorang Khalifah  (manusia) yang kelak akan menghuni mengelola dan menjaga bumi ini.
v  Dialog yang dilakukan oleh Allah dan Malaikat mengandung sebuah pelajaran bagi manusia bahwa ketika mengerjakan segala sesuatu harus di pertimbangkan dengan adanya dialog dengan orang lain maupun dialog dengan diri sendiri.
v  Dugaan-dugaan (persepsi) dalam berkomunikasi pasti ada, seperti para malaikat yang ketika itu menduga bahwa khalifah yang akan diciptakan Allah ini akan membawa perkelahian dan pertumpahan darah. Hal tersebut mungkin karena pengalaman yang pernah dilakukan oleh para malaikat sebelum makhluk baru ini diciptakan.




 Tafsir Surat An-Nisa Ayat 1
·      An-Naas : sebuah nama yang menunjukkan jenis manusia yaitu hewan yang dapat berbicara (berfikir), bentuknya tegak berdiri yang dikenal sebagai manusia.
·      Tasaa’aluuna bihii : sebagian diantara kamu meminta kepada sebagian lainnya.
·      Al-Arhaam : mereka tersia-sia (terputusnya) hubungan rahim (persaudaraan).
·      Ar-Raqiib : yang di maksud disini adalah yang memelihara karena pengertian ini termasuk diantara konsekuensi makna mengawasi.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri”
Menurut Jumhur Ulama bahwa makna An-Nafsul Wahidah adalah Adam. Al-Qaffal mengatakan, bahwa makna yang dimaksud dalam ayat itu ialah, sesungguhnya Allah telah menciptakan setiap orang diantara kalian berasal dari satu jiwa. Kemudian dia menjadikan istri untuknya yang Dia ciptakan dari dirinya, sama sebagai manusianya dan sejenis. Al-ustaz Al-Imam Muhammad Abdullah mengatakan bahwa makna lahiriyah nas bukan menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan satu jiwa itu adalah Nabi Adam, karena dua alasan berikut ini:
·         Penyelidikan ilmiah dan sejarah (arkeologo) yang bertentangan dengan pengertian tersebut.
·         Didalam ayat ini juga dikatakan rijalan katsiran wa nisa’an (laki-laki dan perempuan yang banya), bukan ar-rijal wan nisa’ (laki-laki dan perempuan).
Syekh Muhammad Abdul al-Qasimi dan beberapa ulama kntemporer lainnya memahaminya sama dengan firman Allah (Al-Hujuraat:13).
Ayat al-Hujuraat memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang sama dari seorang ayah dan ibu yakni sperma ayah dan ovum ibu. Penekanan ayat ini yakni pada persamaan hakikat kemanusiaan orang perorang. Walaupun berasal dari ayah dan ibu yng berbeda tetapi proses kejadiannya sama. Karena itu tidak wajar jika saling menghina atau merendahkan orang lain. Adapun ayat An-Nisa’ lebih menjelaskan kesatuan dan kesamaan orang perorang dari segi hakikat kemanusiaan, konteks ayat ini untuk menjelaskan banyak dan berkembangbiaknya mereka dari seorang ayah yakni Adam dan seorang ibu yaknu Hawa.          
Ayat ini untuk mengantar lahirnya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat serta bantu membantu dan saling menyayangi, karena semua manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecil dan besar, beragama atau tidak beragama. Semua dituntut untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam masyarakat, serta saling menghormati HAM.
Kata rabbakum (tuhan kamu), pemilihan kata itu membuktikan adanya hubungan antara manusia dengan Tuhan yang tidak boleh putus. Hubungan antara manusia denganNya itu, sekaligus menuntut agar setiap orang senantiasa memelihara hubungn antara manusia dengan sesamanya.
“Dan menciptakan darinya pasangannya”. Allah lalu menciptakan untuk jiwa tersebut, yang tergambarkan dalam bentuk Adam, seorang istri yang diciptakan dari dirinya sendiri, yang kemudian diberi nama Hawa.
Abu Muslim Al-Asfahaniy berpendapat yang dimaksud dengan makna lafaz minha artinya dari yang sejenis dengannya, sebagaimana makna yang terdapat didalam firmanNya: (Ar-Rum:21).
Perempuan memiliki sifat ‘awjaa’ / bengkok. Rasulullah Saw. bersabda, “Saling wasiat mewasiatilah untuk berbuat baik kepada wanita. Karena mereka itu diciptakan dari tukang rusuk yang bengkok, kalau engkau membiarkannya dia tetap bengkok dan bila engkau berupaya meluruskannya dia akan patah (HR. At-Tirmidzi melalui Abu Hurairah).
Pasangan suami istri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan harapannya, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya.
“Dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan banyak”.
Kemudian Allah mengembangbiakkan dua jenis manusia pria dan perempuan, melalui Adam dan Hawa. Allah menjadikan keturunan dari dua sejoli. Maka semua keturunan manusia dikembangbiakkan melalui satu pasangan yang terdiri dari laki-laki dan wanita.
Ayat ini menginformasikan bahwa populasi manusia pada mulanya bersumber dari satu pasangan, kemudian satu pasangan itu berkembang biah, sehingga menjadi sekian banyak pasangan yang terus berkembang biak, demikian seterusnya hingga setiap saat bertambah.
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta dan peliharalah pula hubungan silaturrahim.”
Kata Al-Arhaam, disini bermana bahwa rahim menunjukan hubungan sudah terjalin dengan erat, atau tepatnya Allah menjalin hubungn yang erat antar manusia. Karena itu Allah mengancam siapa pun yang memutuskan dan menjanjikan keberkatan dan usia yang panjang bagi siapa yang memeliharanya. Rasul saw bersabda,”Siapa yang senang diperluas rezekinya dan diperpanjang usianya, maka hendaklah ia menyambung hubungan rahim / kekeluargaannya (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah)
“Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Sesungguhnya Allah selalu mengawasi semua amal perbuatan dan motivasi yang ada dalam jiwamu, disamping pengaruhnya terhadap sikapmu. Semua itu tidak ada yang tersembunyi bagi Allah. Dalam hal ini terkandung suatu perhatian untuk kita agar selalu ikhlas dalam beramal. Sebab seseorang yang selalu ingat bahwa Allah senantiasa mengawasi dalam setiap amal perbuatan yang dilakuaknnya, maka sudah sewajarnya apabila ia bertakwa kepadaNya dan berpegang teguh pada batasan-batasanNya.
2. Hubungan Surat An’Nisa’:1 dengan Komunikasi
v  Dalam ayat ini Allah telah menjadikan manusia dalam satu senis yang sama yang berasal dari Adam dan Hawa. Kemudian Allah menciptakan qita pasangan yang sejenis pula yang tujuannya untuk mengembangbiakkan manusia di bumi.
v  Disin penciptaan pasangan tidak lain untuk berkomunikasi lebih mendalam ketika sudah menjadi pasangan.
v  Disini pula Allah memerintah kita untuk menjaga keimanan  dan silaturrahim kita, dan kita diperintahkan untuk selalu ikhlas dalam beramal.
 Tafsir Surat Al-A’raaf Ayat 11
Kata ‘khalaqnaakum’ “Kami telah menciptakan kamu”, ditujukan pada penciptaan Adam, walaupun redaksinya ditujukan kepada manusia secara umum. Ayat ini mengingatkan pada seluruh manusia tentang anugerah kehidupan sehingga redaksi ayat ini ditujukan kepada mewreka sebab mereka tidak akan tercipta tanpa adanya Adam sebagai manusia pertama.
Selanjutnya kata ‘tsumma’  “kemudian”, tidak menunjukan urutan waktu, tetapi untuk menunjukan peningkatan yang bersifat maknawi, immateri.
Kata ‘Shawwara’ “membentuk”, dapat berarti memberi rupa, bentuk dan sifat-sifat khusus serta keistimewaan-keistimewaan. Shawwara berasal dari kata ‘tashwir’ yang mana lebih tinggi dari pada ‘wujud’. Karena wujud itu bisa saja benda-benda mati, sedangkan tshawir dengan arti memberi rupa, bentuk dan sifat-sifat khusus pada manusia lebih tinggi tingakatannya daripada sekedar mengadakan.
“Dan sesungguhnya telah kami jadikan kamu (Adam)dan telah Kami beri kamu rupa” (Al-A’raaf:11), mengingatkan kita sebagai manusia supaya berterima kasih kepada Allah. Kejadian penciptaan manusia berasal dari tanah liat, atau dari pada setetes mani (maa-in laazibin). Lalu tanah itu melalui berbagai proses sehingga jadi mani, menjadi segumpal air (nuthfah), kemudian jadi segumpal darah (‘alaqah), kemudian menjadi segumpal daging (mudhghah), terus dijadikan tulang, terus diselimuti dengan daging, terus diberi bentuk rupa atau wajah yang elok. Dan dari tanah pulalah Adam diciptakan sampai menjadi tubuh, diberi rupa dan diberi nyawa.
Keseluruhan nash Al-Qur’an mengenai penciptaan Adam dan mengenai penciptaan jenis makhluk yng bernama manusia manusia, menegaskan bahwa pemberian ciri-ciri khusus insaniah dan fungsi-fungsinya secara tersndiri bagi manusia ini menyertai penciptaannya. Penciptaan jenis makhluk yang bernama manusia ini merupakan kejadian yang tersendiri, pada masa yang hanya Allah yang mengetahui kondisi bumi waktuitu yang kondusif bagi kehidupan dan pertumbuhan serta perkembangan manusia.
“Kemudian itu telah Kami katakan kepada Malaikat:”Sujudlah kepada Adam!” Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Tidaklah ada dia dari mereka yang sujud” (Al-A’raaf:11). Malaikat ini adalah makhluk Allah yang memiliki kekuasaan-kekuasaan dan tugas-tugas sendiri. Para malaikat yang tidak pernah melanggar perintah Allah dan selalu melaksanakan apa yang di perintahkan kepada mereka, melakukan sujud dengan kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah, tanpa ragu-ragu dan tidak menyombungkan diri serta tidak memiliki ide-ide untuk menentang dengan alasan persepsi dan pemikiran apapun.
Sedangkan iblis yang menurut para pakar bahasa, terambil kata ablasa yang berarti putua asa dari kata balasa yang berarti tidak ada kebaikannya. Ia dinamai demikian sebab ia adalah makhluk yang tidak memiliki sisi kebaikan moral dan agama, tidak juga akan mendapatkan ganjaran dan kebaikan dari Allah dan dengan terkutuknya maka putus pula harapannya untuk mendapatkan rahmat illahi.
2. Hubungan Surat Al-A’raaf : 11 dengan Komunikasi
v Allah menciptakan dan memberikan bentuk pada manusia baik itu materi maupun immateri dengan tujuan ketika manusia kelah sudah beranak pinak dalam melakukan komunikasi dapat memperhatikan dan mengamati satu sama lain.
v Komunikasi akan terasa lebih effektif jika antara komunikator dan komunikan saling mengetahui (seperti: bentuk wajah, postur tubuh) serta saling mengerti dan memahami sifat dan perilakunya.

 Tafsir Surat Al-Dzaariyaat Ayat 49
Setelah Allah memasuakan terjadinya penghimpunan dan memberikan dalil-dalil yang menunjukan bahwa penghimpunan itu pasti terjadi tanpa dirgukan lagi, maka Allah menunjukkan keesaan dan kebesaran kekuasaanNya. Dia telah menciptakan pula masing-masing jenis binatang sejodoh-sejodoh, jantan betina, supaya keberadaan segala jenis binatang tetap berlangsung sampai dengan kebinasaan alam ini, sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.
“Dan segala sesuatu telah Kami ciptakan berpasng-pasangan supaya kamu mengingat”. (Al-Dzaariyaat:49).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan jodoh yang berlainan dalam soal bentuk dan tujuannya. Masing-masing dari keduanya merupakan jodoh bagi yang lain. Contoh Allah telah menciptakan kebahagiaan dan kesengsaraan, petunjuk dan kesesatan, malam dan siang, langit dan bumi, hitam dan putih, semuanya itu diciptakan agar manusia ingat dan mengambil pelajaran bahwa Allah adalah Tuhanmu yang patut kamu sembah semata tanpa menyekutukan Dia dengan yang lain. Dia Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu dengan lawannya dan mengadakan pasangan-pasangan dari setiap sesuatu, tidak seperti sesembahan lainnya yang tidak kuasa berbuat seperti itu.
2. Hubungan Surat Al-Dzaariyaat:49 dengan Komunikasi
v Disini Allah menciptakan manusia saling berpasangan yang tujuanya tidak lain untuk memudahkan manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya.
v Komunikasi dapat dibangun apabila ada komunikator (seorang yang mengirimkan pesan) dan komunikan (seorang yang menerima pesan). Dan keduanya merupakan pasangan dalam proses komunikasi.

E.  1. Tafsir Surat Al-Faatir Ayat 35
Ayat ini masih melanjutkan tentang kuasa Allah membangkitkan manusia. Allah menciptakan asal usul kamu yakni Adam dari tanah kemudian menciptakan kamu semua dari sperma yang asal usulnya pun bersumber antara lain dai makanan yang dihasilakan oleh tanh., kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan laki-laki dan perempuan. Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung janin dan tidak pula melahirkan anak melainkan dengan seizin dan sepengetahuanNya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan tercatat dalam Kitab Lauh Mahfuzh atau pengetahuan Allah. Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.
Pada ayat tersebut terdapat kata ja’aalakum azwaajan (menjadikan kamu berpasangan), artinya Allah menjadikan kamu hidup selaku suami istri atai dalam arti luas menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.. tetapi dalam ayat tersebut lebih tepat jika diartikan sebagai pasangan laki-laki dan perempuan sebab sejalan dengan penyebutan nuthfah sebelumnya dan selan pula dengan uraian sesudahnya tentang kehamilan dan perpanjangan atau pengurangan umur seseorang.
Kata yu’ammar terambil dari kata ‘umur yang diterjemahkan usia. Maksudnya menjadikan seseorang hidup dengan kemakmuran jiwa dan raga. Ada umur rata-rata yang berlaku setiap generasi atai tempat dan waktu.
Kemudian kata ‘umrihi’ (umurnya), menunjukan bahwa Allah tidak memanjangkan umur seseorang, tidak pula mengurangi akibat perjalanan masa yang dilaluinya, kecuali semua itu tercatat dalam Lauh Mahfuzh.
2. Hubungan Surat Al Faathir:35 dengan Komunikasi
v Ayat ini menjelaskan penciptaan selanjutnya pada generasi setelah nabi Adam. Penciptaan manusia setelah Adam berlangsung secara biologis dengan perantara laki-laki dan perempuan.
v Biasanya sebelum terjadi proses reprodoksi, antara laki-laki dan perempuan melakuakan proses komunikasi ynag dinamakan Ta’aruf (berkenalan), kemudian menikah dengan mengikrarkan janji suci kepada Allah dan setelah itu proses biologis itu pun halah untuk dilakukan.

F.   1. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 213
Kata Al-Ummah,dalam Kitabullah mempunyai banyak arti:
a)      Bermakna Millah yakni akidah-akidah dan syariat-syariatyang pokok, seperti firman Allah Swt.: (Al-Anbiya:92)
b)      Jamaah, bermakna jamaah tersebut berada dalam satu ikatan kesatuan. Dengan nama kesatuantersebut, umat bisa dikenal, Firman Allah dalam Al-Qur’an: (Al-A’raaf:18)
c)       Bermakna Imam,yang dijadikan panutan, seperti firman Allah: (An-Nahl:120)
d)     Bermakna zaman atau waktu, sebagaimana firman Allah yang berbunyi: (Hud:8)
e)      Umat yang terkenal, yaitu umat islam, Allah telah berfirman: (Ali ‘imran:110)
Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman melalui Nabi Nya agar memasuki agama Islam secara menyeluruh, bersatu dan tidak bersengketa satu sama lain. Dalam atai ini Allah menuturkan bahwa memakai petunjuk para nabi merupakan keharusan dan kebutuhan manusia. Allah telah memastikan bahwa umat manusia bagaikan umat yang satu, dimana antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Dan allah mengutus para nabi sebagai pemberi peringatan dan pemberi kabar gembira kepada mereka serta bukti-bukti kongkrit yang memperkuat kebenaran kenabian mereka.
“Manusia sejak dahulu adalah ummat yang satu, (setelah timbul perselisihan)”.
Allah menciptakan manusia sejak dahulu hingga sekarang dalam satu kesatuan umat. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial dimana satu sama lainnya saling berhubungan dalam masalah kehidupan dan saling membutuhkan. Manusia tidak akan bisa hidup, kecuali apabila antara satu dengan lainnya saling bahu membahu.
“Kemudian Allah mengutus para Nabi sebagi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan”.
Fitrah manusia sebagi makhluk sosial, terkadang sering menimbulkan perselisihan diantara mereka dan hal tersebut sesuatu yang wajar. Sebab, antara satu dengan yang lainnya mempunyai watak dan tingkat kecerdasan serta kecenderungan dan profesi yang berbeda-beda. Manusia yang tidak mengetahui sepenuhnya bagaimana cara memperoleh kemas;ahatan mereka, tidak juga bagaimana mengatur hubungan antara mereka atau menyelesaikan perselisihan mereka. Disisi lain manusia memiliki sifat egoisme yang dapat muncul sewaktu-waktu, sehingga dapat menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu, Allah mengutus para rasul kepada mereka sebagai pembawa berita gembira dan kebahagiaan baik kehidupan dunia maupun akhirat nanti, serta pemberi peringatan kepada mereka bahwa Allah mengahus amal mereka dan menyiksa mereka, apabila mereka tetap menuruti kemauan hawa nafsu dan tidak mau melihat akbat yang ditimbulkan oleh perbuatannya di akhirat kelak.
Manusia pada awal pertumbuhannya yang penuh dengan kesederhanaan dan keterbatasan, hanya bisa memahami hal-hal yang bisa dijangkau oleh indra mereka saja dan meraka sama sekali tidak mengetahui kecuali apa yang bisa dirasakan oleh panca indra mereka. Dan disni peran nabi sebagai pemberi petunjuk kepada mereka tentang hubungan antara mereka dengan Tuhan dan hubungan antara sesama mereka.
”Dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan”.
Dalam ayat ini terkandung pengertian bahwa yang memutuskan hal-hal yang mereka persengketakan hanyalah Kitabullah. Jika mereka menyimpang dari ketentuan dan mengikuti bisikan hawa nafsunyadan kepentingan mereka masing-masing. Dengan demikian hakikat petunjuk Kitabullah menjadi kabur. Maslahah telah berubah menjadi mafsadah oleh ulah tangan manusia. Fungsi Kitabullah dalam kehidupan manusia:
Ø  Sebagai hakim, pembicara, sebagaimana firman Allah: (Al-Jasiyah:29)
Ø  Sebagi petunjuk dan pembawa berita gembira. (Al-Isra’:9)
Sebenarnya prinsip-prinsip ajaran Illahi yang dibawa oleh masing-masing para nabi pada hakikatnya sama yakni ajaran Tauhid.
“Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab itu, yaitu setelah datang pada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena keingan yang tidak wajar (dengki antara mereka sendiri)”.
Tetapi kenyataannya tidak demikian. Kitab tersebut setelah berada ditengah-tengah ummat tidak mereka jadikan rujukan dalam menyelesaikan perselisihan, bahkan mereka berselisih. Penolakan dan perselisihan bukan karena kitab yang diturunkan tidak jelas, tetapi mereka berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata. Penolakan dan perselisihan itu disebabkan oleh dengki antara mereka sendiri.
Allah telah menganugerahkan kitabNya kepada mereka agar mereka mengambil keputusan sesuai dengan apa yang terdapat didalamnya dan menjadikannya sebagai pegangan dalam mengatur umat. Kitabullah bersih dari hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan ia sengaja diturunkan untuk membawa umat manusia kepada kebahagian dan kesepakatan diantara mereka dan bukan untuk menyengsarakan serta memecah belah persatuan mereka.
“Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dia kehendakiNya kepada jalan lurus”.
Sesungguhnya, orang-orang beriman adalah mereka yang mendapatkan petunjuk berkat taufik danhidayah Allahdan mereka tetap memegang teguh perkara hak yang dijadikan persengketaan diantara mereka serta tidak terbawa arus persengketaan mereka. Iman juga merupakan pengontrol setiap gerakan atau pikiran yang terbetik dalam hatinya serta bagi pikirannya manakala sedang memahami ayat-ayat Allah yang ada didepannya. Orang yang bener-bener beriman, dalam beri’tikad selalu sesuai dengan kenyataan, berpikir jauh dan luas serta realitas, berarti tenang dan teduh jiwanya.
2. Hubungan Surat Al-Baqarah:213 dengan Komunikasi
v Manusia sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat pasti tidak akan terlepas dengan proses komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menyatukan sebuah kelompok yang memiliki tujuan khusus untuk kelompok tersebut.
v Setelah Allah menjadikan sebuah peradaban manusia yang satu, disana terjadi sebuah perselisihan yang disebabkan tingkat kecerdasan dan watak yang berbeda-beda. Sehingga Allah mengutus para nabi sebagai penyalur ajaran Illahi.
v Dalam ayat ini, ada dua unsur penting dalam komunikasi yaitu saluran dan pesan sekaligus media. Saluran (channel) dalam ayat ini adalah para nabi yang bertugas menyampaikan risalah dari Tuhan pada umat manusia. Sedangkan pesan dan medianya yaitu Kitabullah yang telah diturunkan pada para nabi.
v Disamping itu dengan diutusnya para nabi memiliki tugas untuk menyampaikan kabar gembira pada mereka yang beriman dan bertakwa pada Allah dan memberi peringatan kepada mereka yang melanggar perintah Allah. Ini dapat dijadikan sebagai kode etik dalam menyampaikan dakwah bahwa misi dakwah selain ‘amar ma’ruf nahi mungkar maka memberikan kabar gembira dan memberikan peringatan termasuk juga tugas seorang da’i. 


Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi Juz . Toha Putra: Semarang.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Pustaka Panjimas: Jakarta
Ibnu Kasir, Abul Fida Isma’il. 2003. Tafsir Ibnu Kasir. Sinar Baru: Bandung.
Quthb, Sayyid. 1992. Tafsir Fi Zhi-lalil Qur’an .Gema Insani: Jakarta.

 
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati: Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar